Rabu, 6 Agustus 2025 15:47 WIB | Dibaca : 60
Hidup dari Bank Sampah Meranti Kota Tangerang: Kisah Namin Pejuang Nafkah dan Lingkungan
Hidup dari Bank Sampah Meranti Kota Tangerang: Kisah Namin Pejuang Nafkah dan Lingkungan
Hidup dari Bank Sampah Meranti Kota Tangerang: Kisah Namin Pejuang Nafkah dan Lingkungan
Hidup dari Bank Sampah Meranti Kota Tangerang: Kisah Namin Pejuang Nafkah dan Lingkungan

Di usia 59 tahun, ketika sebagian orang mulai menikmati masa pensiun, Namin justru memulai hidup barunya. Ia bisa dibilang menjadi 'pejuang dini hari' dan menjadi pedagang kopi keliling. Sejak satu tahun terakhir, ia menjadi bagian dari Bank Sampah Meranti, yang terletak di Gang Meranti, RT 02. RW 02, Kelurahan Buaran, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten untuk mengais rezeki dari limbah yang dibuang orang lain.

Setiap malam, tepat pukul 23.00 WIB, ia mulai mengayuh sepedanya menyusuri jalan-jalan di Kawasan Taman Royal, Jalan Agus Salim, hingga Benteng Betawi, Kota Tangerang. Hingga pukul 04.00 WIB subuh, Namin mengumpulkan botol plastik, kardus bekas, kaleng dan barang-barang tak terpakai lainnya.

"Kalau malam itu saya muter, ngambil gelas plastik, botol-botol, kardus. Apa saja yang bisa dijual," katanya dengan senyum kecil yang tak pernah hilang dari wajahnya.

Bukan karena hobi, tapi karena kebutuhan. Namin mengaku, sejak pensiun dari pekerjaannya sebagai office boy di Kementerian Hukum dan HAM dua tahun lalu, ia sempat menganggur cukup lama.

"Saya pikir, daripada enggak ada kerjaan, mendingan memulung. Buat kebutuhan sehari-hari. Saya juga melihat pensiunan lainnya tetap bisa berkarya, masa saya enggak bisa. Di situ saya mulai perjuangan saya," ujarnya.

Dari aktivitas malamnya mengumpulkan sampah-sampah bernilai, Namin bisa mendapatkan sekitar Rp60 ribu hingga Rp80 ribu per harinya. "Lumayan, kalau sebulan ya alhamdulillah saya bisa menghasilkan sekitar Rp2,5 juta untuk kehidupan istri dan anaknya," ujarnya.

Uang itu cukup untuk memenuhi kebutuhan makan bersama istri dan satu anak yang masih tinggal bersamanya di Buaran Indah.

Pagi harinya, saat matahari mulai meninggi, Namin kembali turun ke jalan. Kali ini bukan mencari sampah, tapi menjajakan kopi keliling. "Kopinya ngide. Jadi saya ambil dari warung, terus jual keliling. Kalau capek ya tidur, kalau lapar ya makan, diselingan waktu itu saya pun membersihkan seluruh sampah malam yang berhasil saya kumpulkan," ujarnya.

Ia menyadari, di balik tumpukan sampah, ada nilai yang bisa diambil. Tidak hanya soal uang, tapi juga tentang menjaga lingkungan. Ia menyayangkan masih banyak orang yang sembarangan membuang sampah tanpa menyadari potensi ekonominya.

"Saya mau bilang sama orang-orang, coba pilah. Jangan buang sembarangan. Sampah ini enggak basi, bisa dikumpulin, bisa dijual. Bahkan bisa bantu hidup orang lain," ucapnya.

Bagi Namin, memulung bukan sekadar mencari uang. Ini adalah bentuk perjuangan, perlawanan terhadap nasib, sekaligus kontribusinya bagi lingkungan.

Meski hidup dalam keterbatasan, ia tetap tegar dan bersyukur.

Kini, lewat Bank Sampah Meranti, Namin tidak hanya mencukupi keluarganya, tapi juga menjaga lingkungannya tetap bersih.



kota tangerang

Artikel Terkait


Komentar

Pastikan Google Captcha Sudah Tercentang !!!