Sabtu, 27 Desember 2025
Tangerang, oC

Melacak Asal-Muasal Wilayah Belendung Kota Tangerang: Jejak Jawara hingga Guru Si Pitung

Kamis, 18 Desember 2025 19:28 WIB
169
Share
(arsip) Kantor Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda Kota Tangerang (Sumber : Arsip) (MUHAMMAD FIRDAUS SULAIMAN)

Menelusuri sejarah sebuah wilayah bukan sekadar mencari koordinat peta, melainkan menggali kembali ingatan kolektif tentang para tokoh dan peristiwa masa lalu.

Melalui buku "Melacak Asal Muasal Kampung Di Kota Tangerang", terungkap bahwa nama-nama wilayah di Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda memiliki kisah unik.

Mulai dari Kampung Kepu hingga Bulak Amerika, ternyata berakar dari kisah unik para jawara, pohon-pohon keramat, hingga jejak pelarian spiritual sang jagoan Betawi, Si Pitung.

Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat setempat seperti Izzudin dan Sulaiman (71), nama Belendung bukan sekadar kata tanpa makna. Nama ini diambil dari seorang tokoh berpengaruh pada era 1920-an hingga 1940-an bernama Ki Belendung.

Ia dikenal sebagai seorang jawara (jegger) yang sering singgah di bawah pohon kedondong besar untuk mencicipi makanan para pedagang tape yang lewat. Keberanian dan pengaruhnya di wilayah tersebut membuat namanya diabadikan sebagai nama kawasan yang kini menjadi bagian integral dari pemekaran wilayah Batuceper.

Namun, sisi 'jawara' Belendung hanyalah satu kepingan dari mozaik sejarah yang ada. Wilayah ini juga tercatat sebagai pusat syiar Islam yang disegani. Hal ini dibuktikan dengan peran penting KH. Kilin Izzudin, seorang ulama besar yang masjidnya, Al Barkah, menjadi mercusuar spiritual pertama di wilayah Batuceper-Belendung.

"Sebelum bergerak ke Batavia, Si Pitung pun sempat kemari untuk belajar kepada KH. Kilin, kira-kira sebelum tahun 1870. Perjuangan Si Pitung di tahun 1870-an melakukan pemberontakan kepada Hindia Belanda. Bukti Si Pitung pernah belajar kepada KH. Kilin terungkap dari kata-kata KH. Kilin kepada cucunya, 'Mat-mat noh Si Pitung baru sampe noh Mat'," ucapnya.

Kala itu, Si Pitung yang masih berusia sekitar 18 tahun sering mendatangi KH. Kilin yang berusia 30 tahun dengan menggunakan sepeda damas atau ontel. Bahkan, Pitung sempat menciptakan slogan sebagai bentuk penghormatan: "KH. Kilin adalah guruku, guru syariatku".

"Jadi ketika Si Pitung belajar ke KH. Kilin, orang mulai bertanya siapa Kiai Kilin, siapa H. Kilin, saat itulah nama kampung kami mulai dikenal orang," jelasnya.